Tidak mudah menjadi kader luar biasa yang punya kesabaran luar biasa, dan kelak menjadi
bidadari luar biasa
Kampus ini memiliki 800 orang kader. Bayangkan, bukankah ini jumlah yang sangat luar biasa, kuantitas yang mungkin membuat bangga. Di sebuah lembaga pendidikan ternama, tempat orang-orang cerdas menuntut ilmu. Jumlah yang fantastis. Dan bidadari, kau pastilah salah satu dari mereka. Namun, entah mengapa di ladang amal tak kulihat kepak sayapmu. Entah mengapa di medan jihad hanya segelintir bidadari yang melaju dibaris terdepan. Berdarah-darah, dan sangat kesepian. Mereka sendirian di tengah banyak bidadari. Ukhti, mujahidah, bidadari sholehah, kemana engkau pergi?
" Hampir datang masanya umat-umat lain memperebutkan kalian sebagaimana orang-orang yang rakus memperebutkan sebuah hidangan. " Para sahabat bertanya’" Adakah jumlah kita sedikit pada waktu itu ya Rasulullah?" Beliau menjawab, " Tidak. Bahkan kamu banya. Tetapi kalian seperti buih yang terapung. Alloh menarik rasa takut kepadamu dari dada musuh-musuhmu dan akan menanamkan dihatimu " Al-Wahn". Mereka bertanya, " Apa al-Wahn itu ya Rasulullah?" Beliau menjawab, " Cinta dunia dan takut mati." ( H.R.Ahmad dan Abu Dawud )
Bidadari, dalam malam-malam sunyiku aku senantiasa cemas dan takut kita tak lebih generasi buih. Banyak namun tidak punya kekuatan apapun. Tak punya kekuatan untuk sekedar melawan arus atau menghadang gelombang. Menjadi buih adalah menjadi bukan siapa-siapa, buih hanya akan mengikuti kemana air mengalir dan ombak menghempas. Generasi Buih, phuih betapa sering kita tertipu dengan jumlah yang banyak. Betapa sering kita bangga dengan kuantitas. Bidadari andai kita mau berkaca, sedikit berintropeksi, berapa kali dalam satu minggu ini kita menghadiri syuro, berapa kali kita memenuhi janji pada saudara kita, berapa kali kita hadir dalam kajian, berapa kali kita taat terhadap qiyadah kita. Amal apa yang sudah kita lakukan minggu ini? Berapa banyak membawa kemaslahatan bagi umat?
Bidadari mungkin kau bisa membantuku menjawab, satu pertanyaan klasik, "katanya ikhwah banyak, tapi kemana, kenapa amanah jatuhnya pada orang yang sama???" Bertahun-tahun pertanyaan itu selalu kudengar. Apakah rangkaian waktu tak membuat kita makin cerdas menemukan jawabnya? Entahlah ukhti, aku sendiri kerap tak tahu jawabnya. Bidadari, kemanakah engkau pergi ?
Aku teringat Perang Badar Kubro, bulan Ramadhan tahun 2 hijriyah. Saat 319 orang mampu mengalahkan seribu orang pasukan lengkap dengan kondisi mental tidak siap untuk berperang. Namun bidadari, jumlah ternyata tak menjadi jaminan. Senandung Para Mujahid, tafsir surat al-anfal menggambarkan hal tersebut dengan begitu jelas.
"…dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." ( Q.S al Anfal : 10 ).
Para sahabat dapat mengetahui dengan jelas bahwa kemenangan dapat tercapai bukan karena jumlah pasukan yang banyak, persenjataan yang lengkap, dana peperangan yang melimpah atau perbekalan yang cukup. Namun kemenangan amat dtentukan oleh faktor menyatunya hati dengan kekuatan Allah yang takkan dapat dihadapi oleh kekuatan manusia manapun.Sungguh luar biasa.
Bidadari, sudahkah kita menjadi barisan orang yang sedikit itu? Yang memiliki tsiqohbillah yang begitu dahsyat hingga mampu mengalahkan kekuatan dari manusia serta makar apapun. Ataukah kita hanya puas duduk dibangku penonton, melihat saudara kita berjuang, sedikit peduli atau sama sekali tidak mau perduli? Ataukah kita hanya disibukkan dengan akademis kita, mengorbankan saudara-saudara kita untuk memegang amanah berlipat ganda di pundaknya karena distribusi amanah yang tidak merata. Ah, bidadari ternyata betapa sering kita dzalim pada saudara kita…. Pernahkah kita bertanya, " adakah yang bisa saya bantu ukhti ?" atau mungkin kita yang sering kali mengecewakannya karena sms ta’limatnya seringkali tak ubah angin lalu. Bidadari, katanya kita aktivis, tapi…………..entahlah, kemana engkau pergi ?
Bidadari, aku faham tak mungkin menyalahkan siapapun, karena kesalahan bisa muncul dari sudut mana saja dari para praktisi da’wah. Namun menjadikannya sebuah keluhpun takkan menjadi satu kebaikan yang solutif. Aku hanya ingin berbagi denganmu, saat berhadapan dengan kenyataan dari 800 kader hanya satu per limanya saja yang punya militansi dan amal nyata di medan jihad. Akan aku biarkan artikel ini sampai pada titik intropeksi kita. Kemanakah kita pergi bidadari? Jangan-jangan kita merasa sudah kemana-mana, padahal belum selangkahpun kita beranjak dari tempat kita. Ukhti, sungguh ironis bila saudara kita yang memikul beban amanah begitu besar akhirnya lepas dari barisan karena tak sanggup lagi menanggungnya. Kita semua akan dimintai pertanggungjawaban atas dirinya, kemana kita saat saudara kita membutuhkan bantuan kita? Kemana kita saat akademis saudara kita merosot karena beban da’wah yang dipikulnya? Kemana kita saat keputusan qiyadah untuk menempatkan orang-orang soleh di kepemimpinan harus diperjuangkan? Kemana kita, yang kerap bangga dengan lebel Aktivis kita, namun kontribusi yang teramat minim? Ya ukhti, kemanakah kita akan melangkah ? Jika tidak dijalanNya? Kemanakah kita akan berjuang, jika tidak dimedan jihadNya?
Bidadari, sungguh kekuatanmu lebih besar dari yang kau pikirkan. Namun sekali-kali bukan da’wah ini yang membutuhkan kita, tapi kita yang membutuhkan da’wah. Kereta da’wah ini akan terus melaju dengan atau tanpa kita. Dien ini, da’wah ini bukan waktu sisa kita .Tapi justru kehidupan kita…
Bidadari, semoga saja waktu kita yang sedikit itu dapat menjadi kifarat bagi kita, menjadi berkah dan kemashlahatan bagi umat ini. Sungguh aku berharap bisa bersamamu mencari solusi atau semua kondisi klasik ini. Berjuang bersamamu adalah keindahan dan kebahagiaan tersendiri. Bidadari, tanpamu 100 tak lagi seratus, tapi hanya 99 saja. Tanpamu bagaikan tuts keyboard yang rusak di salah satu hurufnya. Kehadiranmu menjadi sangat penting, andai kau faham visi perjuangan ini.
Bidadari, semoga kau tak lagi pergi, kecuali untuk perjalanan da’wahmu…. sungguh berjuang bersamamu adalah masa-masa luar biasa. Saat kepak sayap mu memberikan energi besar dalam perjuangan ini. Saat senyum dan hadirmu meluluhkan segala keluh dalam lisan ini. Saat gerak langkahmu menjadi genderang jihad tuk senantiasa bergerak ke medan jihad. Maka ukhti bidadari kemana engkau pergi ???
Wallahu’alam bishawab.
Azsya
Yang senantiasa bertanya kemana pergi bidadari?
Bidadari, semoga kita tak menjadi generasi buih.. Ayunkanlah langkahmu, bergeraklah, karena diam bisa mematikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar