Rabu, 13 November 2013

Semua Agama Baik? Begini Cara Membantahnya!

sama

Mimin mau cerita. Alkisah ada seorang lulusan perguruan tinggi Amerika bernama Jilgong. Dia sangat bangga kuliah di Amerika. Jurusan yang dia ambil gak kalah kerennya : Teologi! Di Amerika, negara yang sangat Liberal itu, dia belajar tentang perbandingan Agama. Pulang ke bumi Indonesia Jilgong sumringah tiada tara. Dia menganggap para muslim di negeri para wali ini sudah miring otaknya. Agamanya sudah rusak. Harus diperbarui, pikirnya.

Di sebuah mimbar ilmiah Jilgong lalu berujar lantang:

“Ada hadis yang mengatakan, “Tamsil agama yang saya (Muhammad) bawa seperti sebuah batu bata yang saya letakkan di sudut dari sebuah bangunan yang hampir lengkap”. Artinya Islam ini menyempurnakan saja, bukan membatalkan atau mengamandemen. Ibnu Arabi mengatakan semua agama itu baik karena datangnya dari Allah.”

Sontak, ujaran Jilgong membuat hadirin kaget. Semua agama baik? Pemikiran mana itu? Sesaat suasana hening. Tapi pemikiran Jilgong tidak bisa dibiarkan. Majelis Ulama lalu mengatakan pemikiran itu sesat dan tidak sesuai dengan syariat Islam. Tapi, Jilgong berkeras. Dimana sesatnya? Saya yang sesat atau kalian yang sesat?!

Diskusi pun bergulir kencang. Semua hadirin merasa pemikiran Jilgong amatlah sesat. Tapi tak ada juga yang berani membantah. Mulai terasa, ternyata beragama juga harus dilandasi ilmu yang kuat. Kalau tidak maka pernyataan nyeleneh bisa merubah cara berfikir mereka.

Sanggahan

Ungkapan Jilgong, yang menyatakan bahwa

“Islam ini menyempurnakan saja, bukan membatalkan atau mengamandemen”

itu jelas bertentangan dengan ayat dan hadits. Insya Allah sebentar lagi akan mimin kemukakan dalil-dalilnya.

Hadits yang Jilgong kemukakan itu lengkapnya sebagai berikut:

Diriwayatkan dari Jabir r.a, ia berkata: Dari Nabi s.a.w, beliau bersabda:

“Perumpamaanku dan perumpamaan para Nabi adalah seperti perumpamaan seseorang yang membangun sebuah gedung. Dia (seseorang itu) membinanya dengan baik dan sempurna, tetapi masih ada satu tempat yang belum diletakkan bata. Ramai orang yang masuk ke dalam rumah tersebut dan mereka mengaguminya seraya berkata: ‘Alangkah lebih baik jika kekurangan itu disempurnakan.’

Rasulullah s.a.w bersabda:

‘Aku diibaratkan sebagai bata tersebut di mana kedatanganku adalah sebagai penutup para Nabi’…”

(HR Al-Bukhari dan Muslim).

Menurut Ibnu Hajar, dalam hadits ini dibuatnya perumpamaan-perumpamaan itu untuk mendekatkan pemahaman dan menjelaskan keutamaan Nabi saw atas seluruh nabi-nabi dan bahwa Allah menutup para utusan dengan beliau dan menyempurnakan syari’at-syari’at agama dengan beliau.

Mengenai keutamaan Nabi Muhammad saw dan kekhususannya di antaranya ada hadits:

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah al-Ansari r.a, ia berkata: Rasulullah s.a.w bersabda:

Aku diberi lima perkara yang tidak pernah diberikan kepada seorang Nabi pun sebelumku. Semua Nabi sebelumku hanya diutus khusus kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada manusia yang berkulit merah dan hitam (yaitu seluruh manusia). Dihalalkan untukku harta rampasan perang, sedangkan dulunya tidak pernah dihalalkan kepada seorang Nabi pun sebelumku. Disediakan untukku bumi yang subur lagi suci sebagai tempat untuk sujud (yaitu shalat). Maka siapa pun apabila tiba waktu shalat walau dimana saja dia berada hendaklah dia mengerjakan shalat. Aku juga diberi pertolongan secara dapat menakutkan musuh dari jarak perjalanan selama satu bulan. Aku juga diberi hak untuk memberi syafa’at .

(HR Al-Bukhari dan Muslim).

Allah SWT menjelaskan tentang posisi para nabi dan keutamaan Nabi Muhammad saw di antaranya sebagai berikut:

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi:

"Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya".

Allah berfirman:

"Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?"

Mereka menjawab:

"Kami mengakui".

Allah berfirman:

"Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu".

( QS Ali Imran: 81).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat tersebut sebagai berikut:

Ali bin Abi Thalib dan putera pamannya, Ibnu Abbas, pernah berkata,

”Allah tidak mengutus seorang nabi pun melainkan Dia mengambil janji darinya, (Yaitu) jika Allah mengutus Muhammad, sedang ia (seorang nabi selain Nabi Muhammad saw) dalam keadaan hidup, niscaya ia akan beriman kepadanya (Muhammad saw), menolongnya dan memerintahkan kepada nabi itu untuk mengambil janji dari umatnya: Jika Muhammad diutus sedang mereka hidup, niscaya mereka akan beriman kepadanya dan menolongnya.”

Thawus, Hasan Al-Bashri, dan Qatadah mengatakan,

”Allah telah mengambil janji dari para nabi, agar masing-masing mereka saling membenarkan satu sama lainnya.”

Pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ali dan Ibnu Abbas, bahkan menghendaki makna tersebut dan mendukungnya. Oleh karena itu, Abdul Razak meriwayatkan dari Muammar dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, pendapat yang sama seperti pendapat Ali dan Ibnu Abbas.

Imam Ahmad meriwayatkan:

Riwayat dari Abdullah bin Tsabit, ia berkata:

“Umar bin Khattab pernah datang kepada Nabi seraya berkata,

”Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memerintahkan kepada seorang saudaraku yang beragama Yahudi dari Bani Quraidzah (untuk menuliskan ringkasan Taurat), maka ia menuliskan untukku ringkasan dari isi Taurat. Berkenankah engkau jika aku perlihatkan hal itu kepadamu?”

Abdullah bin Tsabit berkata, maka berubahlah wajah Rasulullah. Kemudian aku katakan kepada Umar:

”Tidakkah engkau melihat perubahan pada wajah Rasulullah?”

Umar pun berkata,

”Aku rela Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, Muhammad sebagai Rasulku.”

Abdullah bin Tsabit melanjutkan, maka hilanglah kemarahan Nabi dan beliau bersabda:

”Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa berada di tengah-tengah kalian, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkanku, maka kalian telah tersesat. Sesungguhnya kalian adalah (umat yang menjadi) bagianku dan aku adalah (nabi yang menjadi) bagian kalian.”

(HR Ahmad).

Dalam hadits lain, Al-Hafidh Abu Bakar berkata, meriwayatkan hadits dari Jabir yang berkata:

Rasulullah saw bersabda:

“Janganlah kamu sekalian bertanya kepada Ahli Kitab tentang sesuatu, karena mereka tidak akan memberikan petunjuk kepada kalian, dan sungguh mereka telah sesat. (Kalau kamu menanyakan sesuatu kepada Ahli Kitab) maka sesungguhnya kamu boleh jadi membenarkan kebatilan atau membohongkan kebenaran. Maka sesungguhnya seandainya Musa hidup di antara punggung-punggung kalian (di kalangan kalian) tidak halal baginya kecuali mengikutiku.

(HR Ahmad).

Dengan demikian, Muhammad saw adalah rasul yang menjadi penutup para nabi selama-lamanya sampai hari kiamat kelak. Beliau adalah pemimpin agung, seandainya beliau muncul kapan saja, maka beliau yang wajib ditaati dan didahulukan atas seluruh nabi. Oleh karena itu, beliau menjadi imam mereka pada malam Isra’, yaitu ketika mereka berkumpul di Baitul Maqdis. Beliau juga adalah pemberi syafaat di Mahsyar, agar Allah datang memberi keputusan di antara hamba-hamba-Nya. Syafaat inilah yang disebut maqamal mahmud (kedudukan yang terpuji) yang tidak pantas bagi siapa pun kecuali beliau, yang mana ulul azmi dari kalangan para nabi dan rasul pun semua menghindar darinya (dari memberikan syafaat), sampai tibalah giliran untuk beliau, maka syafaat ini khusus bagi beliau (Nabi Muhammad saw). Semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepadanya.

Ali Al-Haitsami (W 807H) dalam Majma’ Az-Zawaid menulis bab larangan bertanya kepada Ahli Kitab. Riwayat dari Abdullah bin Mas’ud yang berkata:

Janganlah kamu sekalian bertanya kepada Ahli Kitab tentang sesuatu, karena mereka tidak akan memberi petunjuk kepada kalian, dan sungguh mereka telah menyesatkan diri mereka sendiri, bisa jadi mereka menceritakan kepada kalian dengan kebenaran lalu kalian membohongkan mereka atau dengan kebatilan lalu kalian membenarkan mereka.

(HR At-Thabrani dalam Al-Kabir, dan rijal/ para periwayatnya kuat/ terpercaya).

Riwayat dari Abi Musa,

ia berkata, Rasulullah saw bersabda:

Sesungguhnya Bani Israel telah menulis satu kitab (Talmut, pen) lalu mereka mengikutinya dan mereka meninggalkan Taurat.

(HR At-Thabrani dalam Al-Kabir, dan rijalnya kuat).

Dari hadits itu, orang-orang Bani Israel sebenarnya telah menghapus sendiri agama mereka diganti dengan ajaran kitab yang mereka tulis. Maka ungkapan Jilgong bahwa Islam ini hanya menyempurnakan saja, bukan membatalkan atau mengamandemen agama-agama sebelumnya, itu adalah ungkapan yang tidak sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an, Hadits-hadits Nabi saw, dan kenyataan yang ada. Lebih tandas lagi adalah hadits Nabi saw sebagai berikut:

Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, dari Rasulillah saw bahwasanya beliau bersabda:

“Demi dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tidaklah seorang dari umat ini yang mendengar (agama)ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.”

(Hadits Riwayat Muslim bab wajibnya beriman kepada risalah Nabi saw bagi seluruh manusia dan penghapusan agama-agama dengan agama beliau).

Kitab Shahih Muslim adalah kitab hadits shahih (benar periwayatannya) yang termasuk menjadi pedoman umat Islam. Dalam hadits tersebut Imam Muslim memberinya bab: Wajibnya beriman kepada risalah Nabi saw bagi seluruh manusia dan penghapusan agama-agama dengan agama beliau. Pertanyaan yang ringan tetapi telak bisa dikemukakan, lebih afdhol mempercayai Imam Muslim yang telah diakui oleh dunia Islam ataukah mempercayai celotehan Jilgong yang “hanya” fresh graduate dari lulusan perguruan tinggi Amerika?

Dari penjelasan ini saja, terlihat pemikiran Jilgong benar-benar rendahan, dan tidak pernah merujuk pada hadits dan ayat qur’an lainnya. Pemikiran Jilgong ini, jika dibiarkan bisa mengaburkan makna dan syariat Islam. Seperti jigong yang membuat gigi putih menjadi kotor. Bagaimana cara membuat gigi kembali putih? Tidak ada cara lain selain bersihkan Jigongnya sebersih – bersihnya. Tanpa sisa!

~Based on true story pada buku Bahaya JIL dan FLA karangan Hartono Ahmad Jaiz dan Agus Hasan Bashori

Tidak ada komentar:

Posting Komentar